Metode hisab hakiki bi tahqiq kebanyakan mengacu pada data astronomi yang terdapat dalam kitab Al-Mathla’ al Sa’id fi Hisab al Kawakib ‘Ala Rasd al Jadid karya Syekh Husain Zaid, seorang pakar astronomi dan falak dari Mesir. Data astronomi yang digunakan lebih baru dari data astronomi yang dipakai oleh metode hisab hakiki sebelumnya  yakni hisab hakiki taqribi. 
Hisab hakiki bi tahqiq berpangkal pada pemikiran aliran Heliosentris, yakni matahari merupakan pusat orbit bumi dengan bulan serta planet-planet yang lainnya. Hal ini berbeda dengan hisab hakiki takribi yang berasal dari teori Geosentris yakni anggapan bahwa bumi merupakan pusat dan benda-benda langit lainnya mengitarinya.
Hisab ini berakar dari sistem astronomi serta matematika modern yang asal muasalnya dari sistem hisab astronom-astronom muslim tempo dulu dan telah dikembangkan oleh astronom-astronom modern (Barat) berdasarkan penelitian baru. Inti dari sistem ini adalah menghitung atau menentukan posisi matahari, bulan dan titik simpul orbit bulan dengan orbit matahari dalam sistem koordinat ekliptika. Artinya sistem ini mempergunakan tabel-tabel yang sudah dikoreksi dan perhitungan yang relatif lebih rumit daripada kelompok hisab hakiki taqribi serta memakai ilmu ukur segitiga bola.
Untuk menghitung posisi Bulan dan Matahari pada sistem koordinat ekliptika, ditentukan terlebih dahulu posisi rata-ratanya pada akhir setiap bulan ketika matahari terbenam. Kemudian posisi rata-rata tersebut dikoreksi beberapa kali sebagai akibat adanya gaya-gaya dalam sistem Matahari yang besarnya tergantung pada posisi Bulan dan Matahari.
Posisi Matahari dan Bulan dapat dibedakan menjadi posisinya terhadap titik perigeenya, yang disebut dengan khasshah dan posisinya terhadap titik vernel equinok, yang disebut dengan wasat. Oleh karena orbit bumi berbentuk ellips maka untuk menemukan posisi hakiki matahari di bola langit harus dikoreksi sebagai akibat bentuk lintasannya mengelilingi matahari tersebut, dengan koreksi yang disebut koreksi pusat.
Sementara bulan sebagai satelit bumi yang bersama-sama dengan bumi mengitari matahari, maka geraknya mengalami gangguan dari berbagai gaya gravitasi benda langit lainnya. Oleh karena itu, untuk menemukan posisi bulan hakiki perlu dikoreksi yang lebih banyak terhadap posisi rata-rata bulan. Sehingga koreksi bulan lebih banyak. Seperti halnya dalam Khulashatul Wafiyah koreksi ta’dil bulan lima kali, sedangkan untuk mencari posisi matahari cukup dengan satu kali koreksi saja.
Hal tersebut berangkat dari pemahaman bahwasanya orbit Bumi, Bulan dan benda-benda langit lainnya berbentuk ellips, sementara terdapat gaya tarik benda-benda langit lain yang mengganggu gerak Bumi dan Bulan. Oleh karena itu, gerak Bumi dan Bulan tidak selalu rata. Akibatnya gerak Matahari di bola langit sebagai akibat gerakan bumi dan bulan juga tidak rata. Dari sini maka posisi matahari dan bulan perlu dikoreksi (di Ta’dil).
Dengan demikian, umur bulan dengan menggunakan sistem hakiki bi tahqiq tidak konstan seperti halnya umur dalam sistem hisab urfi. Sehingga umur bulan bisa jadi berturut-turut 29 hari, atau berturut-turut 30. Bahkan boleh jadi bergantian sebagaimana perhitungan hisab urfi.
Daftar Bacaan
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis : Metode Hisab Rukyah Praktis dan solusi Permasalahannya, Semarang : Pustaka Rizki Putra, cet 2 2012,
Muh. Nashirudin, Kalender Hijriah Universal : Kajian atas Sistem dan Prospeknya di Indonesia, Semarang : El-Wafa, 2013,
Masruroh, Studi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah Menurut K.H Muhammad Hasan Asy’ari dalam Kitab Muntaha Nataij Al-Aqwal, Skripsi Sarjana, Semarang : Fakultas syari’ah IAIN WALISONGO, 2012,
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Jakarta : Erlangga, 2007,
skripsi Syifaul ‘Anam, Hisab Awal Bulan Qamariyah dalam Kitab Khulashatul Wafiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar