Gerhana Bulan merupakan proses dimana Bulan memasuki bayangan Bumi, Sehingga pada saat itu, Bumi berada diantara Bulan dan Matahari atau dikenal dengan oposisi atau istiqbal.[1] Namun perlu di ingat bahwasanya dalam setiap istiqbal atau oposisi tidak selalu terjadi gerhana, hal tersebut dikarenakan orbit Bulan tidak sebidang dengan orbit Bumi, tetapi memotong orbit Bumi sebesar 5o.[2] Dalam literatur lain disebutkan bahwa sudut kemiringan antara orbit Bulan dan Bumi 5,1o.[3] Sedangkan menurut Muhammad Wardan, sudut kemiringan antara orbit Bumi dan Bulan mencapai 5o 8’.[4] Terjadinya gerhana Bulan tersebut terjadi jika Bumi dan Bulan berada pada satu titik pertemuan yang dinamakan titik simpul.[5]
Titik simpul atau “Uqdah” ,
yang dalam astronomi dikenal dengan Node, yaitu titik perpotongan antara
lintasan bulan dengan ekliptika. Ada dua titik simpul, yaitu pertama; Uqdah
Jauzahar atau Uqdah Sha’idah (titik simpul naik) adalah perpotongan
lintasan Bulan dengan ekliptika dalam lintasan dari selatan ke utara. Dalam
astronomi disebut dengan Ascending Node. Kedua ; Uqdah
Naubahar atau Uqdah Nazilah (titik simpul turun) adalah perpotongan
lintasan bulan dengan ekliptika dalam lintasannya dari utara ke selatan. Dalam
astronomi disebut Descending Node.[6]
Menurut M.S.L Toruan,
kemungkinan terjadinya gerhana Bulan yakni jika Bulan pada saat Bulan purnama
berada kurang lebih 11o dari titik simpul, baik berada di sebelah
atas bidang ekliptika maupun sebelah atas ekliptika.[7]Sedangkan menurut Ahmad Izzuddin, Kemungkinan
terjadinya gerhana bulan yakni ketika pusat bayangan Bumi terletak pada 10.9o
dari titik simpul, dan pada saat tersebut posisi Bulan sedang  purnama. Daerah 10.9o ke timur dan
ke barat darititik simpul dinamakan zona gerhana. Akan tetapi gerhana Bulan
total hanya akan terjadi jika pusat bayangan Bumi terletak 5,2o dari
titik simpul.[8] 
Menurut Nyoman Suwita yang
dikutip Zaenuddin Nur Zaman dalam skripsinya, menyebutkan bahwa peristiwa
gerhana terjadi ketika sudut antara garis simpul dengan garis Bumi-Matahari
lebih kecil dari nilai batas ekliptis. Nilai batas ekliptis merupakan sudut antara titik simpul dan
garis Bumi –Matahari yang merupakan sudut batas dimana gerhana masih bisa
terjadi.  Besarnya batas ekliptis
ini bergantung pada besar jarak Bulan dan Bumi. Variasi jarak antara Bumi,
Bulan dan Matahari sangat dipengaruhi oleh orbit Bumi dan Bulan yang berbentuk
elips. Batas ekliptis  Bulan ada diantara
9o 30o dan 12o 15o.[9]
Nilai batas ekliptis dalam kitab-kitab klasik diterapkan
dalam bentuk kriteria kemungkinan terjadinya gerhana. Seperti contoh kriteria kemungkinan
gerhana bulan dalam kitab Nur al Anwar ditetapkan dengan kriteria 0o –
12o , 168o – 180o, 180o – 192o,
348o  - 360o.[10]
Perhatikan tabel di
bawah ini
| 
   
No 
 | 
  
   
Nur al Anwar 
 | 
 |
| 
   
Kriteria 
 | 
  
   
Selisih 
 | 
 |
| 
   
1 
 | 
  
   
0o – 12o 
 | 
  
   
12o 
 | 
 
| 
   
2 
 | 
  
   
168o – 180o 
 | 
  
   
12o 
 | 
 
| 
   
3 
 | 
  
   
180o – 192o 
 | 
  
   
12o 
 | 
 
| 
   
4 
 | 
  
   
348o – 360o 
 | 
  
   
12o 
 | 
 
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa dalam kitab Nu al
Anwar memakai nilai batas ekliptis 12o. Dari pemahaman tersebut
dapat dijadikan patokan bahwa nilai batas maksimal kemungkinan terjadinya
gerhana menurut kitab Nur al Anwar 12o, baik sebelah atas maupun
bawah titik simpul. 
[1]
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra,
Cet 2 2012, hlm. 105-106
[3]
Bayong Tjasyono, Ilmu Kebumian dan Antariksa, Bandung : Sekolah Paska
Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, cet 3 2009, hlm. 39
[9]
Zaenuddin Nurjaman, Sistem Hisab Gerhana Bulan Analisis Pendapat K.H Noor
Ahmad SS dalam Kitab Nurul Anwar, Skipsi Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Semarang,  2012, hlm. 91 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar