Setelah mengetahui kemungkinan terjadinya gerhana Bulan pada tahun yang
dihitung, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan gerhana Bulan. Adapun langkah-langkah perhitungan gerhana
Bulan antara lain :
1.    Melakukan perhitungan konversi tanggal atau
menukar kalender penanggalan, yakni dari penanggalan Hijriyah ke penanggalan
Masehi untuk tanggal kemungkinan terjadinya gerhana. 
2.    Menentukan saat Bulan beroposisi (istiqbal). Adapun
 langkah-langkah yang diperlukan antara
lain :[1]
a.    Mencari FIB terbesar, pada kolom Fraction
Ilumination Bulan. Kemudian catat waktu yang menunjukkan FIB terbesar tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa FIB terbesar bisa terjadi sebelum maupun sesudah tanggal
yang dikonversi. Kemudian untuk memastikan kemungkinan terjadi gerhana Bulan,
yakni dengan melihat harga mutlak lintang Bulan pada kolom Apparent Latitude
Bulan, saat FIB terbesar.
b.    Menyiapkan data ELM (Ecliptic Longitude Matahari)
dan ALB (Apparent Longitude Bulan pada saat FIB terbesar.
c.    Menghitung sabaq Matahari (B1), atau
gerak Matahari setiap jam dengan cara menghitung harga mutlak selisih antara
data ELM pada jam FIB terbesar dengan ELM pada satu jam berikutnya.
d.   Menghitung sabaq Bulan (B2), atau gerak
Bulan setiap jam dengan cara menghitung 
data ALB pada jam FIB terbesar dengan data ALB pada satu jam berikutnya.
e.    Menghitung jarak Matahari dan Bulan (MB) dengan
rumus :
MB = ELM – (ALB-180)
f.     Menghitung Sabaq Bulan Mu’addal (SB) dengan rumus
:
SB = B2 – B1
g.    Menghitung titik istiqbal dengan rumus :
Titik istiqbal  = MB : SB
h.    Menghitung waktu istiqbal :
Istiqbal = waktu FIB + titik
istiqbal – 00 : 01 : 49.29
3.      Mempersiapkan data-data yang dalam Ephemeris pada
saat istiqbal secara interpolasi. Adapun data-data tersebut antara lain :[2]
a.        
Semidiameter Bulan (SD() pada kolom Semi Diameter
Bulan.
b.        
Horizontal Parallaks Bulan (HP() pada kolom
Horizontal Paralaks Bulan.
c.        
Lintang Bulan (L() pada kolom Apparent Latitude
Bulan.
d.       
Semidiameter Matahari (SDo) pada kolom semidiameter.
e.        
Jarak Bumi (JB) pada kolom True Geocentric Distance Matahari.
4.      Menghitung awal dan akhir gerhana dengan rumus
sebagai berikut :
Adapun langkah-langkah dalam menentukan awal dan
akhir gerhana adalah sebagai berikut :[3]
Sin HPo = Sin 08.794” : JB
Sin H = Sin L( : Sin 5
Tan U = [ Tan L( : Sin H]
Sin Z = [Sin U x Sin H]
K = Cos L( x SB : Cos U
D = (HP( + HPo – SDo) x 1.02
X = D + SD(
Y = D - SD(
Adapun yang perlu
diingat, jika jarak titik pusat bayangan inti Bumi sampai titik pusat Bulan (Y)
lebih kecil daripada lintang Bulan minimum terkoreksi (Z), maka akan terjadi
gerhana Bulan sebagian. Oleh karena itu, tidak perlu menghitung E dan T2.[4]
 T2
= E : K
Ta = Cos H : Sin K
·          
Jika harga mutlak lintang Bulan semakin mengecil, maka
menggunakan rumus :   Tgh = Istiqbal + T0 – ΔT
·          
Jika harga mutlak lintang Bulan semakin membesar, maka
menggunakan rumus :  Tgh
= Istiqbal - T0 – ΔT
·          
Catatan : [5]
ü  ΔT adalah koreksi waktu TT menjadi GMT.
ü  Bila ingin menggunakan waktu WIB, maka tambahkan 7
jam.
ü  Bila hasil penambahan tersebut lebih besar dari
24, maka kurangilah 24, sisanya itulah waktu bidik gerhana tetapi terjadi pada
tanggal berikutnya.
Catatan : 
Bila awal gerhana lebih besar daripada waktu
Matahari terbit di suatu tempat, atau akhir gerhana lebih kecil daripada waktu
terbenam Matahari ditempat itu, maka gerhana tidak tampak dari tempat tersebut.
5.      Mengambil kesimpulan dari hasil perhitungan, yakni
menyatakan hari apa, tanggaldan jam terjadinya gerhana Bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar